Setelah bersemedi di tengah samudera pantai Parangritis memohon kepada
Gusti Allah agar diizinkan menjadi raja tanah Jawa, Senopati lalu
berjalan di atas air menuju darat, jalannya
bagaikan berjalan di atas tanah saja hebatnya selama bersemedi di
tengah samudera badannya tidak basah walau diterjang ombak berkali-kali.
Begitu dekat dengan bibir pantai alangkah terkejutnya dia melihat Sunan
Kalijaga berdiri di sana. Dia lalu bersujud dan memohon ampun karena
telah berani menyombongkan diri dengan ilmunya itu.
Sunan
Kalijaga lalu berkata "Bangunlah hai putera Ki Gede Pamanahan, janganlah
menuruti kelemahan hati yang menyuarakan keserakahan, enyahkanlah
bisikan setan itu, bangkitlah hai murid Jaka Tingkir!". Senopati lalu
bangkit, Sunan Kalijaga kemudian bertanya padanya "apakah benar kau
sangat ingin menjadi raja yang menguasai tanah Jawa ini?", Senopati
mengangguk perlahan, Sunan Kalijaga bertanya lagi "meskipun itu berati
kau harus berhadapan dengan guru sekaligus ayah angkatmu Sultan
Hadiwijaya dan berperang dengan seluruh negeri Pajang yang selama ini
menjadi negeri tumpah darahmu dan tempat alamrhum ayahmu mengabdi?",
Senopati lalu menundukan kepalanya, tubuhnya berguncang, air matanya
meleleh lalu pelan berkata "Hamba selalu memohon petunjuk kepada Gusti
Allah namun belum mendapatkan petunjuknya, mungkin Gusti Allah
memberikan petunjuknya lewat Kanjeng Sunan", Sunan Kalijaga tersenyum
lalu kembali membuka mulutnya "Baiklah Senopati akan kuberikan pelajaran
yang amat tinggi dari Kanjeng Rasul untuk mencapai kebahagian dunia dan
akhirat".
Sunan Kalijaga menghela nafas sebelum memberikan
wejangannya, lalu sambil duduk di atas sebuah batu karang dia memulai
wejangannya kepada Senopati "Perang itu sesungguhnya hanyalah suatu alat
penghancur untuk menghilangkan kerusakan yang disebabkan oleh
kebhatilan, diganti dengan yang baru. Timbulnya suatu peradaban itu
adalah karena perombakan dari masa silam yang manusia rusak sendiri.
Agama Islam lahir sebagai agama penutup, tidak akan ada lagi agama yang
diridhai Gusti Allah selain Islam, Kitab suci Al Qur'an lahir sebagai
pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya yaitu Taurat, Zabur, dan
Injil. Memang sudah menjadi takdir Hyang Maha Kuasa kalau semua pemeluk
kitab sebelum Al Qur'an itu akan selalu memusuhi para pemeluk agama
Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara para pemeluk
Islam pun akan selalu muncul perbedaan, hal itu dikarenakan terbatasnya
daya berpikir manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap takdir
Illahi".
Sambil memandang ke arah laut Sunan Kalijaga
menyedekapkan tangannya lalu melanjutkan ucapannya "Tanpa persengketaan
manusia tidak akan bergairah untuk hidup lebih maju. Tanpa perangpun
semua mahluk akan menemui ajal yang telah digariskan. Setelah itu
diganti dengan manusia yang baru untuk meneruskan sisa pekerjaan yang
telah mati. Demikianlah seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak
berputar tak pernah diam, demikian pula pikiran manusia setiap detik
bergerak terus tak pernah berhenti. Manusia sebagai tempat roh akan
mengalami masa bayi, kanak-kanak, dewasa sampai kemudian mati, bagi yang
tawakal berserah diri kepada Gusti Allah tidak akan goncang hatinya.
Walaupun tidak perang, alam akan merusak dan menghancurkan kehidupan
agar manusia menjadi sadar, bahwa dia tak berkuasa apa-apa di dunia ini.
Pandanglah kehidupan di sekitar kesultanan Pajang anakku, mereka itu
adalah manusia-manusiayang tak menyadari asalnya dan diperbudak oleh
khayalan. Perjalanan hidup manusia tidak bisa tetap, bagaikan alam, ada
terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah sesuai kehendak
Hyang Maha Kuasa. Usia hidup di alam ini kasar ini tak ubahnya seperti
kedipan mata cepatnya bila dibandingkan dengan usia alam yang
berjuta-juta tahun. Oleh sebab itu terimalah segala derita ataupun semua
cobaan dengan ikhlas menerima pada yang telah digariskan Gusti Allah."
Sunan Kalijaga lalu mengelus-elus jenggotnya "Atma atau roh itu tak
dapat dihancurkan dengan kekuatan apapun, tak dapat dilihat, tak dapat
dipikirkan, tak bisa berubah sifatnya. Tak bisa dibunuh walaupun jasad
yang menjadi tempatnya bersemayam dihancurkan. Semua mahluk pada
permulaannya tidak tampak, setelah melalui nafsu birahi antara pria dan
wanita disatukan, barulah dibentuk dalam rahim. Setelah dilahirkan
barulah nampak, semenjak kecil hingga tua bangka, mereka tak menyadari
bahwa mereka berasal dari tak tampak yaitu tiada. Kematian menjadi momok
ketakutan bagi yang tak mengenal atmanya.
Orang seringkali
memperbincangkan tentang roh, meskipun demikian hanya beberapa orang
saja yang mengerti pada sifat abadi itu. Ada dan tiada sama saja bagi
siapa yang sesungguhnya mengetahui sajatining kebenaran. Yang menguasai
manusia di alam lahir ialah pancaindra, sedangkan Atma adalah pendukung
raga seluruhnya. Lahirnya pancaindra setelah menjelma menjadi manusia,
sedangkan atma sudah ada sebelum manusia lahir ke dunia. Tetapi
janganlah menyekutukan atma dan pancaindra, karena di dalam pancaindra
itu terdapat nafsu-pikiran, itikad perasaan dan akal. Siapa yang
beritikad baik pikirannya pun akan tenang, nafsunya dapat terkendalikan,
perasaannya akan lebih tajam, dan akalnya pun akan lebih cerdas. Siapa
yang dapat mengendalikan seluruh panca indranya dan memusatkan akal
budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada Illahi, dialah
yang akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi dunia-akhirat. Illahi
adalah yang tak ada habis-habisnya dan tertinggi yang menciptakan alam
semesta dengan segala isinya, Adhi Atma adalah roh suci yang bersemayam
dalam diri manusia, setan adalah nafsu negatif yang menimbulkan nafsu
keduniawian. Siapa yang mengingat bahwa Gusti Allah adalah yang paling
esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui kebenaran.
Deru ombak
menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin pasang, namun Sunan
Kalijaga meneruskan wejangannya " Orang yang sempit pikirannya
menganggap Illahi itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan
Illahi itu omong kosong belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada
dimana-mana dalam segala bentuk dan kekal sifatnya yang memberikan daya
berpikir pada seluruh manusia. Bukan Ilmu ataupun kesaktian fisik yang
bisa menuntun ke jalan yang manunggal di Jalan Illahi, karena ilmu tanpa
disertai budi, dan kesaktian lahir adalah kesombongan dan kemurkaan.
Dia yang beriman, bertaqwa, dan bertwakal kepadanya dan berikhtiar
mempersatukan dia dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan
menyebarkan ajaran Illahi dia akan mencapai sifat yang diridhai Gusti
Allah untuk menjadi Khalifah Umatnya. Apa yang disebut perikebajikan
adalah rendah hati, jujur, sabar, dapat melepaskan pikiran dan hawa
nafsu keduniawian, dan tidak menyimpan kebencian. Siapa yang melihat
bahwa benda yang saling bunuh dan bukan rohnya, siapa yang mengakui
segala yang terjadi akibat kesalahannya sendiri dialah yang nerima.
Bangkitlah engkau Senopati anakku! Kalahkanlah semua musuh-musuhmu!
Karena engkau adalah alat untuk melenyapkan angkara murka dan membentuk
kehidupan yang baru di tanah Jawa ini! Sesungguhnya tanpa peranmu pun
orang-orang Pajang yang berlindung di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya
sudah mati, karena diliputi oleh benci dan dendam. Mereka orang-orang
yang berlindung di bawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya untuk melampiaskan
hasrat serakahnya seperti serigala-serigala yang terkurung api, sebentar
lagi hangus terbakar. Janganlah bersedih hati menghadapi ujian ini
Senopati, semua yang kukatakan ini adalah Ilapat dari Gusti Allah demi
memberimu petunjuk atas permohonanmu kepada Gusti Allah siang dan malam,
wahyu keprabon untuk memimpin umat di tanah Jawa ini telah berpindah
dari Sultan Hadiwijaya kepadamu karena Pajang telah rusak oleh
orang-orang yang serakah. Namun ketahuilah Mataram akan berumur pendek
dari mulai engkau, anak dan cucumu, cucumu akan menjadi raja yang sangat
kaya, mataram akan mencapai puncak kejayaannya, namun Mataram akan
rusak oleh cicitmu karena bersekutu dengan orang-orang asing bertubuh
tinggi-besar, berkulit putih, berambut seperti rambut jagung yang akan
menyengsarakan seluruh umat di tanah Jawa ini. Kerusakan Mataram akan
ditandai dengan muculnya bintang kemukus setiap malam, sering terjadi
gerhana matahari dan gerhana bulan, Gunung Merapi sering bergolak
dahsyat".
Senopati mengangkat kepalanya "Yang kanjeng Sunan
wejangkan benar-benar meresap dalam sanubariku, hamba bersyukur ternyata
Gusti Allah mengabulkan permohonan Hamba dan alamarhum ayahanda. Namun
yang belum saya mengerti mengapa di jagat ini begitu banyak aliran
kepercayaan?"
Sunan Kalijaga Menjawab " Sumbernya hanya satu
seperti sumber air gunung yang sangat bersih tanpa ada kotoran mengalir
ke bawah. Lalu beranak sungai di hulu, dialirkan ke setiap arah untuk
dipergunakan macam-macam keperluan seperti minum, mencuci, mengairi
sawah, dan lain-lain sehingga kotor sulit dibersihkan kembali. Begitupun
pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja Allah SWT dia akan pergi
kepada Gusti Allah, siapa yang memuja Dewa dia akan pergi kepada Dewa,
siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin, siapa yang memuja
Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya. Namun tetaplah semua akan
kembali kepada satu sumbernya yaitu sang maha pencipta Gusti Allah SWT,
La Illa Haillallah tiada tuhan selain Allah. Ada pula orang-orang yang
menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada Illahi, Namun dibalik hatinya
ia meminta kembalinya yang lebih besar, itu namanya murka, ada orang
yang berpura-pura memuja Illahi namun mengharapkan upah, dia tidak akan
sampai kepada Illahi. Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah
beraneka ragam hasil pengertian akal tanpa budi, iman, dan taqwa. Tidak
demikian dengan orang yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju
mencari sumbernya. Dia tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat
duniawi yang tercipta dari setan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dia
akan senantiasa tenang, karena ia sadar bahwa semua pergolakan
disebabkan oleh setan. Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap
gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri
kepada Gusti Allah SWT".
Senopati lalu bangun, Sunan Kalijaga
lalu mengajaknya pulang ke Kota Gede "Mari anakku aku ingin melihat
rumahmu dan kota yang telah engkau bangun", Senopati menjawab "Mari
kanjeng Sunan". Setelah sampai Sunan Kalijaga memerintahkan Senopati
untuk memagari rumahnya dan membangun tembok dari batu bata di sekitar
Kota Gede dengan memberi petunjuk lewat air doanya "Senopati anakku,
bila kelak engkau hendak membangun tembok benteng Kota Gede ikutilah
tempat dimana aku mengikuti air tadi, nah selamat tinggal anakku, aku
hedak pulang ke Kadilangu". Senopati lalu membangun tembok kota
mengikuti saran yang Sunan Kalijaga sampaikan. Wejangan itupun
diresapinya hingga kelak tiba saatnya ia menjadi raja sekaligus penyebar
agama Islam di tanah Jawa ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar